CISARUA, PortalPasundan.com – Warga mempertanyakan kinerja Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) soal maraknya alih fungsi lahan penyebab kerusakan alam di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.
Maraknya pembangunan di lahan perkebunan Gunung Mas dan Ciliwung sangat meresahkan warga karena dampaknya dirasakan langsung oleh mereka. Secara umum, pencemaran sungai meningkat, sumber air mulai menghilang, dan suhu udara naik. Kekuatiran warga tentang kerusakan alam di Puncak semakin besar.
Ancaman bencana di masa depan tidak bisa diabaikan, karena dalam kurun waktu 10 tahun sudah terjadi dua kali banjir bandang. Warga pun mempertanyakan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dan DPR RI.
“Untuk kawasan Puncak sudah ada berbagai aturan seperti Keppres, Perda, Pergub, Perbup. Apakah semua itu diabaikan jika melihat maraknya pembangunan saat ini?” ungkap Deden Abdurahman, koordinator Karukunan Wargi Puncak.
“Kami menuding bahwa alam Puncak dikorbankan demi pembangunan wahana-wahana baru, mengorbankan keasrian, penghijauan, dan kesejukan. Pihak PUPR jangan tutup mata, ini alam Puncak menyangkut hajat orang banyak,” bebernya.
Sementara, Kepala Desa Tugu Selatan, Eko Widiana mengatakan, Pemerintah Desa menilai secara sederhana. “Ketika ada investasi masuk, terlepas dari KSO dan Gunung Mas, proses itu di luar kewenangan desa,” ucapnya.
Pemerintah Desa merespons positif terkait meningkatkan penyerapan tenaga kerja warga di wilayah Tugu Selatan. “Kalau ada KSO yang berinvestasi di Puncak, itu sisi positif bagi masyarakat yang mencari pekerjaan, apalagi pasca Covid-19”.
Terkait lingkungan hidup, tandas Eko, itu wewenang pemerintah daerah sampai ke pusat. “Kalau warga intinya, siapapun yang berinvestasi selama bermanfaat untuk warga dalam hal penyerapan tenaga kerja, pasti warga ikut terlibat,” imbuhnya.
Perizinan dan hal lain adalah kewenangan pemerintah daerah dan pusat. “Kalau aturan yang masuk KSO melanggar aturan, Pemda tinggal bersikap dengan tidak memberikan izin,” ucapnya.
“Kita sebenarnya lebih senang dengan kondisi alam seperti dulu, tapi produksi teh Gunung Mas sudah tidak mampu memenuhi upah pekerja. Harus ada inovasi yang dilakukan Gunung Mas untuk bisa menghidupi karyawan,” sebut dia lagi.
Produksi teh sudah tidak mengimbangi upah yang harus dibayar, sehingga perlu pengembangan agrowisata. Terkait regulasi dan lainnya, Pemerintah Desa mempercayakan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah dan pusat,” tandasnya.
(YS)