migrasi

Belasan Warga Ajukan Praperadilan di PN Cibinong

portalpa - Kamis, 18 Juli 2024 | 18:08 WIB

Kuasa hukum keluarga Raden Raafi Diego Karta Sumitra selaku pemilik lahan dan satu obyek villa selaku penggugat, Tobbyas Ndiwa, usai mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor.
Kuasa hukum keluarga Raden Raafi Diego Karta Sumitra selaku pemilik lahan dan satu obyek villa selaku penggugat, Tobbyas Ndiwa, usai mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor.

CIBINONG, PortalPasundan.com – Belasan warga mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Ke 12 warga NTT tersebut merasa tidak puas dijadikan sebagai tersangka dalam kasus sengketa lahan di Desa Pandansari, Kecamatan Ciawi.

Kuasa hukum keluarga Raden Raafi Diego Karta Sumitra selaku pemilik lahan dan satu obyek villa selaku penggugat, Tobbyas Ndiwa, mengatakan, langkah gugatan praperadilan diambil karena ada dugaan tidak sahnya penetapan tersangka terhadap 12 orang warga.

“Mereka sebenarnya sesuai dengan surat kuasa, mereka bekerja berdasar surat kuasa untuk mengambil alih sebuah vila yang terletak di Desa Pandansari, Kecamatan Ciawi. Mereka punya alas hak yang sangat valid, memiliki sertifikat sebanyak 22 sertifikat,” ujar Tobbyas Ndiwa kepada wartawan.

Tobbyas menjelaskan, pada saat 12 warga tersebut hendak mengambil alih obyek ternyata di lokasi sudah ada pihak lain yang menguasai tempat itu. “Bahkan sudah dipagar dan konon yang kami dengar isu bahwa yang menguasai itu adalah salah satu purnawirawan,” sebutnya.

“Yang kami katakan ini seperti dugaan kriminalisasi, karena pada saat saudara-saudara saya ditahan, hari itu juga langsung ditetapkan tersangka. Ini kan soal delik aduan, tidak ada proses penyelidikan segala macam langsung ditetapkan tersangka saja. Itu kan melangkahi KUHP. Fakta-fakta tersebut yang menjadi dasar untuk melakukan praperadilan,” sambungnya.

Terkait kepemilikan lahan, lanjut Tobbyas, mereka mengklaim bahwa punya alas hak pula. “Kami sempat protes ke penyidik Polres Bogor. Kami menanyakan kenapa secepat itu ditetapkan tersangka padahal argumentasi kami berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 1956. Kalau memang kedua belah pihak baik pelapor dan terlapor mengklaim memiliki hak itu, seharusnya laporan jangan diterima, kita selesaikan dulu di perdata. Putusan perdata menjadi acuan bahwa benar ini punya pelapor atau terlapor,” paparnya.

“Kenapa main terima saja, jadi tersangka dengan proses begitu cepat. Dan sampai hari ini, sejak ke 12 warga itu ditetapkan menjadi tersangka, bahkan keluarga belum menerima surat keputusan bahwa anak-anak ini menjadi tersangka dari Polres Bogor. Di mana hak asasi manusianya. Kasus sengketa ini baru. Dan terjadi di bulan Mei Tahun 2024,” tutupnya.
(MY)

Tags
Artikel Terkait
Rekomendasi
Terkini