PAMIJAHAN,Portalpasundan- Meski hujan masih kerap kali turun, namun suhu udara tetap saja terasa panas menyengat. Kondisi cuaca semacam ini terasa aneh bagi warga.
“Biasanya di daerah kami, nggak hujan saja terasa dingin. Tapi saat ini, hujan turun saja, masih serasa gerah dan panas,” ungkap Ujang, warga Desa Gunung Bunder,Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jum’at (03/05/2024).
Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi Jawa Barat BMKG, T. Rahayu menjelaskan, hal ini karena posisi matahari yang berada tak jauh dari ekuator yang sekarang sedang berada di Belahan Bumi Utara (BBU).
“Sehingga menyebabkan wilayah yang di ekuator mendapat penyinaran matahari yang maksimum. Hal ini menyebabkan suhu udara di Indonesia termasuk Jawa Barat terasa lebih panas dari biasanya,” ungkap T. Rahayu.
Wanita yang akrab disapa Ayu ini juga menjelaskan, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara karakteristik suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia disebabkan karena fenomena gerak semu matahari.
“Suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Terlebih potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” imbuhnya.
Ayu mengungkapkan, bulan Mei 2024 merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia.Â
Oleh karena itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem, seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es.
Salah satu ciri masa peralihan musim, lanjut Ayu, yaitu pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului adanya udara hangat dan terik matahari pada pagi hingga siang hari.Â
“Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan,” paparnya.
Ayu melanjutkan, karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil, maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat.
“Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat atau petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es,” terang Ayu.
Prediksi suhu tertinggi di Jawa Barat berkisar antara 35 – 37 derajat Celcius.
Saat ini wilayah Jawa Barat berada pada awal musim kemarau dan memasuki masa peralihan (pancaroba) dari musim hujan ke musim kemarau.
Untuk itu, masyarakat dihimbau agar waspada terhadap terjadinya potensi dampak cuaca buruk yang terjadi pada masa peralihan (pancaroba) dari musim hujan ke musim kemarau seperti hujan dengan intensitas lebat yang disertai petir/kilat dan angin kencang.
Waspada pula adanya potensi angin puting beliung dan potensi hujan es yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologis berupa genangan, banjir, tanah longsor, pohon tumbang, serta dampak kerusakan lainnya.
“Masyarakat diharapkan agar selalu mengupdate informasi cuaca dan iklim melalui website dan media sosial resmi milik BMKG atau bisa juga melalui signature.bmkg.go.id,” tukas Ayu. (Rdy)