CISARUA, PortalPasundan.com – Hektaran lahan perkebunan teh di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor terus beralih fungsi seiring maraknya pembangunan di lahan milik negara tersebut. Maraknya alih fungsi lahan disinyalir menjadi penyebab alam di kawasan Puncak tak lagi dingin.
Anggota Komunitas Karukunan Wargi Puncak (KWP), Dede Rahmat, mengungkapkan, penebangan lahan hijau dan banyaknya pembangunan berdampak negatif bagi lingkungan sekitar. Bahkan Puncak tidak lagi sedingin tahun 80-an dan cenderung panas. Belum lagi longsor mengancam masyarakat Puncak.
“Bukan hanya itu, pada musim hujan akan terjadi beberapa titik genangan air keruh di lingkungan Cisarua akibat pengerukan untuk pembangunan,” ujar Dede Rahmat.
Pada musim kemarau, kekeringan terjadi karena tanah resapan berkurang dan saat ini sumber-sumber air sudah dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak dapat diakses oleh masyarakat.
“Mungkin warga terdekat difasilitasi oleh pihak pemilik pembangunan, sedangkan yang berada di tengah dan bawah tidak mendapatkan kontrol atas aliran air,” ucapnya.
Selama ini, Pemerintah Kabupaten Bogor rupanya tidak memperhatikan dampak terhadap warga dengan memberikan izin secara jor-joran tanpa melakukan kajian detail terlebih dahulu. Padahal perubahan cuaca sudah sangat dirasakan masyarakat Puncak saat ini seperti cuaca yang menjadi panas dan berkurangnya resapan air hujan akibat penebangan pohon yang dialihfungsikan menjadi bangunan wisata.
Pembangunan infrastruktur yang tidak seimbang menyebabkan banyak tempat wisata dikembangkan tanpa kajian yang memadai.
Selama maraknya pembangunan di Puncak Cisarua ini, sumber mata air terus berkurang dan membuat ratusan warga kesulitan mendapatkan air bersih.
“Kami sebagai warga Puncak prihatin dengan datangnya musim kemarau dan hujan. Dengan intensitas hujan yang menurun di wilayah Citeko, sehingga mengakibatkan sumber mata air warga berkurang dan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih,” tandasnya.
(YS)